RAMANG LEGENDA SEPAK BOLA INDONESIA YANG TAK TERLUPAKAN(SOCCER LEGEND RAMANG Not FORGOTTEN THAT INDONESIA )

Pernah ada era dimana tim sepakbola Indonesia ditakuti di Asia, bahkan Eropa. Era dimana kecanggihan teknologi belum menjamah ranah olahraga. Era dimana kemampuan fisik masing-masing pemain lebih berperan dari formasi dan taktik. Di era itu, ada satu nama pesepakbola yang luar biasa. Salah satu bakat terpendam tanah air Indonesia yang kemampuannya diakui dunia. Dia adalah Ramang, pesepakbola asal Makassar yang namanya mengangkasa, dan terlupakan.


[IMG]

Ramang dilahirkan di Makassar, tahun 1928. Ayahnya, Nyo’lo, merupakan Ajudan raja Gowa Djondjong Karaenta Lemamparang yang dikenal sebagai jagoan sepak raga. Sejak kecil Ramang sudah terlihat mewarisi bakat bal-balan ayahnya. Ia kerap berlatih dengan seadanya. Bola anyaman rotan, gulungan kain, hingga buah jeruk kecil menjadi teman berlatihnya.

Pada tahun 1947, Ramang bergabung ke klub sepakbola Makassar Voetball Bond (MVB), yang kini dikenal dengan nama PSM Makassar.

Sebelum berlabuh di klub besar tersebut, Ramang membela Persis (Persatuan Sepakbola Induk Sulawesi). Bakatnya tersendus oleh scout dari PSM ketika memperkuat tim tersebut dalam sebuah turnamen yang diadakan oleh PSM. Ramang mencetak 7 gol dalam sebuah pertandingan dan membawa Persis menang 9-0 dalam kompetisi tersebut.

Tanpa menunggu lama, PSM segera mengontrak pemain bertubuh mungil tersebut. Hanya setahun di PSM, Ramang telah melanglang buana ke seluruh penjuru daerah di Indonesia. Ketika ia kembali ke Makassar, seseorang menawarinya pekerjaan sebagai opas di Dinas Pekerjaan Umum. Gajinya hanya Rp.3500,- per bulan dan tidak pernah naik.

Namun Ramang menerimanya dengan hati terbuka. Maklum, ketika itu sepakbola belum dapat dijadikan mata pencaharian tetap. Pekerjaan sampingan Ramang sebelum dikontrak PSM adalah kernet dan tukang becak. Namun akhirnya ia meninggalkan dua pekerjaan tersebut, bukan karena gajinya di PSM mencukupi, namun ia lebih mencintai sepakbola. Hal tersebut membuat kehidupan Ramang yang saat itu sudah berkeluarga, sangat memprihatinkan. Keluarganya tinggal menumpang di rumah seorang teman.

Dukungan dari sang istri yang tabah dan setia membuat Ramang dapat fokus bermain bola. Sampai akhirnya bakat luar biasa Ramang membuatnya terpilih memperkuat tim nasional Indonesia (kala itu bernama tim PSSI) pada tahun 1952.

Prestasi Ramang di tingkat nasional amat cemerlang. Dirinya dikenal sebagai striker haus gol yang tak lelah bergerak ke segala arah dengan kecepatan tinggi sambil melepas tendangan dnegan akurasi tinggi. Pada lawatannya tahun 1954 ke berbagai negeri Asia (Filipina, Hongkong, Muangthai, Malaysia) PSSI hampir menyapu seluruh kesebelasan yang dijumpai dengan gol menyolok. Dari 25 gol (dan PSSI hanya kemasukan 6 gol) 19 di antaranya lahir dari kaki Ramang.

Ketajaman Ramang membuat nama Indonesia disegani di tingkat sepakbola dunia. Beberapa tim terbaik dunia kala itu berebutan ingin menjajal kekuatan timnas Indonesia. Mulai dari Yugoslavia yang gawangnya dijaga Beara, salah satu kiper terbaik dunia waktu itu, klub Stade de Reims dengan si kaki emas Raymond Kopa, kesebelasan Rusia dengan kiper top dunia Lev Yashin, klub Locomotive dengan penembak maut Bubukin, sampai Grasshopers dengan Roger Vollentein.

Namun Ramang adalah pribadi yang rendah hati, ia mengatakan bahwa prestasi timnas kala itu tak lepas dari perjuangan rekan-rekannya, bukan dirinya semata.

Ramang adalah pesepakbola dengan bakat alami murni. Sebagai penyerang, ia kerap mencetak gol dari berbagai sudut, bahkan sudut mustahil sekalipun. Permainannya pun sedap dipandang mata. Salah satu kemampuan khusus Ramang adalah tendensi dan presisi untuk melepaskan tembakan salto. Tak jarang ia merobek jala lawan dengan sepakan akrobatik yang aduhai. Satu di antaranya yang paling diingat adalah saat PSSI mengalahkan RRC dengan skor 2-0 di Jakarta. Kedua gol itu lahir dari kaki Ramang, satu di antaranya tembakan salto.

Kelihaian Ramang di lapangan bola membuat seluruh Indonesia mengenalnya. Bahkan pada era akhir 50 an, banyak ibu-ibu menamai anak mereka ‘Ramang’. Pertandingan paling berkesan adalah ketika Indonesia bertemu Uni-Soviet di Olimpiade Melbourne 1956. Kala itu Uni-Soviet memegang predikat sebagai salah satu raja sepakbola dunia, dengan pertahanan yang digalang kiper legendaris Lev Yashin. Hebatnya, Indonesia berhasil menahan tim tersebut dengan skor kacamata. Ramang bahkan hampir saja mempermalukan Uni-Soviet dengan mencetak gol, namun gagal karena kausnya ditarik pemain belakang lawan sebelum sempat menceploskan bola.

Namun waktu terus berjalan, roda kehidupan terus berputar. Untuk Ramang, singkat saja dirinya berada di puncak kejayaan. Sinarnya meredup setelah dirinya terkena skorsing pada tahun 1960. Pria bersahaja ini dituduh menerima suap. Ketika dipanggil kembali pada tahun 1962, sinarnya telah pudar. Ramang akhirnya pensiun total dari sepakbola pada tahun 1968 dalam usia 40 tahun. Klub terakhir yang dibelanya adalah PSM Makassar.

Namun Ramang tidak meninggalkan lapangan hijau. Ia kembali sebagai pelatih dan sempat membawa tim Persipal Palu menjadi tim yang disegani di Indonesia. Ramang juga pernah melatih klub yang membesarkan namanya, PSM Makassar (sampai sekarang, salah satu julukan PSM Makassar adalah ‘Pasukan Ramang’). Namun ternyata dunia kepelatihan terlalu kejam untuk Ramang. Ia disingkirkan secara perlahan dari dunia itu hanya karena tidak memiliki ijasah kepelatihan. Padahal racikannya yang bermaterikan pengalaman pribadi dan teori yang didapatnya dari pelatih timnas PSSI Tony Pogacnick berhasil membuat jeri lawan-lawan tim yang dilatihnya.

Ramang tetap menerima semua hal itu dengan lapang dada dan legowo. Untungnya lagi, ia tidak sampai harus berhenti menggeluti dunia yang dicintainya karena isu-isu miring tersebut.

Ramang di masa tuanya


Pada tahun 1981, setelah melatih anak-anak PSM di bawah guyuran hujan, Ramang sakit. Selama enam tahun ia berjuang melawan sakit radang paru-paru yang menggerogotinya tanpa mampu berobat ke Rumah Sakit. Ramang memang hidup amat sederhana pada masa tuanya. karena sekali lagi, gaji seorang pelatih bola kala itu tidak bisa dijadikan penopang seseorang yang telah berkeluarga. Ramang hanya jebolan Sekolah Rakyat, tanpa ijasah, semua jadi sulit.

Pada tahun 1987, salah satu legenda terbesar sepakbola Indonesia ini mengehembuskan nafas terakhir di kediamannya yang amat sederhana. Ia menghuni rumah kecil tersebut bersama anak, menantu dan cucunya, semua berjumlah 19 orang.



Patung Ramang yang sederhana

Kini, yang cukup menyedihkan, nama Ramang seakan sudah dilupakan. Tenggelam di bawah nama seperti Kurniawan Dwi Yulianto, Bima Sakti, Bambang Pamungkas, dan Irfan Bachdim. Satu-satunya pengingat orang-orang akan keberadaannya hanyalah sebuah patung sederhana di pintu utara lapangan Karebosi, Makassar.

Mari kita kenang kembali keberadaan mereka yang pernah mengangkat nama Indonesia di mata dunia pada suatu era, walaupun hanya lewat sepakbola.





Once there was an era in which the Indonesian football team feared in Asia, even Europe. The era in which sophisticated technology has not touched the realm of sports. The era in which the physical ability of each player to act more from the formation and tactics. In this era, there was a tremendous footballer name. One of the hidden talent ability homeland Indonesia, which is recognized worldwide. He is Ramang, footballer whose name mengangkasa Makassar, and forgotten.


Ramang was born in Makassar, 1928. His father, Nyo'lo, is the king of Gowa Djondjong Adjutant Karaenta Lemamparang known as a hotshot soccer sport. Since childhood Ramang've seen bal-balan inherited his father's talent. He often practiced with a sober. Woven rattan ball, rolls of cloth, up to a small citrus fruit to be a friend berlatihnya.
In 1947, joined the football club Ramang Makassar Voetball Bond (mvb), which is now known as PSM Makassar.
Before landing at a big club, the defending Ramang Persis (Football Association of Parent Sulawesi). His talent scout tersendus by the PSM when strengthening the team in a tournament hosted by PSM. Ramang scored 7 goals in a game and bring Just win 9-0 in the competition.
Without waiting for a long time, PSM immediately signing these petite. Only a year in the PSM, Ramang has crossed the globe to all parts of regions in Indonesia. When he returned to Makassar, someone offered him a job as Opas in the Public Works Department. His salary is only Rp.3500, - per month and never go up.
However Ramang accept it with open hearts. Understandably, when it football yet to be made permanent livelihood. Ramang sideline before contracted PSM is kernet and pedicab drivers. But eventually he left two jobs, not because of his salary in the PSM is sufficient, but he loved football more. This makes life Ramang who was already married, very apprehensive. His family stayed in the house of a friend.
Support from his wife, who bravely and faithfully make Ramang can focus on playing ball. Until finally makes it incredible talent Ramang elected strengthening the national team of Indonesia (PSSI team was then called) in 1952.
Ramang achievement at the national level is very bright. Himself known as a goal hungry striker who never tired to move in any direction at high speed, taking off a kick moved at high accuracy. On his visit in 1954 to various Asian countries (Philippines, Hong Kong, Thailand, Malaysia) PSSI almost swept the entire squad that found the goal by flashy. Of the 25 goals (and conceded only 6 goals PSSI) 19 of whom were born from the feet Ramang.
Sharpness Ramang make Indonesia respected names in world football level. Some of the world's best team at that time scrambling want to try force the Indonesian national team. Starting from Yugoslavia who guarded the net Beara, one of the world's best goalkeeper at that time, the club Stade de Reims with the golden foot of Raymond Kopa, Russian teams with the world's top goalkeeper Lev Yashin, the club Locomotive with deadly shooter Bubukin, until Grasshopers with Roger Vollentein.
However Ramang is a humble person, he said that the achievements of the national team at that time did not escape the struggle of his colleagues, not him alone.
Ramang is a footballer with pure natural talent. As an attacker, he often scored goals from every angle, even though it is impossible angle. The game was eye-catching.One of the special abilities and precision Ramang is a tendency to open fire salto.Not infrequently he ripped the nets opponent with a fantastic acrobatic kick. One of them is most memorable is when PSSI beat China by a score of 2-0 in Jakarta. Both goals were born from the foot Ramang, one of whom shot salto.
Ramang shrewdness in the field knew the ball makes the whole Indonesia. Even in the era of the late 50's, many mothers naming their child 'Ramang'. The most memorable game was when Indonesian-Soviet Union meet at the Olympic Games Melbourne 1956. At that time the Soviet Union holds the title as one of the king of world football, the defense raised the legendary goalkeeper Lev Yashin. Remarkably, Indonesia managed to hold the team with a score of glasses. Ramang even almost to embarrass the Soviet Union, scoring goals, but failed due to the defender pulled his shirt had menceploskan opponent before the ball.
But time went on, the wheel of life continues to revolve. To Ramang, brief him on the top glory. Light dims after he hit a suspension in 1960. This unpretentious man accused of taking bribes. When called back in 1962, its rays have faded. Ramang finally totally retired from football in 1968 at the age of 40 years. The last club defended the PSM Makassar.
However Ramang not leave the gridiron. He returned as coach and had led the team Persipal Hammer became a respected team in Indonesia. Ramang also once coached the club who raised his name, PSM Makassar (until now, one of the PSM Makassar nickname is 'Ramang Forces'). But the coaching world was too cruel to Ramang. He slowly removed from the world's only because they do not have a coaching diploma. Though the bermaterikan racikannya personal experience and theory that he got from coach Tony Pogacnick PSSI managed to make opponents afraid its trained team.
Ramang still receive all of these things with a roomy chest and legowo. Fortunately again, it was not until the world should stop his beloved wrestle because the issues are skewed.
Ramang in his old age





In 1981, after training children in the rain PSM, Ramang sick. For six years he fought against ill with pneumonia that gnawing without being able to seek treatment to the hospital. Ramang indeed very simple life in old age. because once again, the salary of a football coach at that time can not be the crutch of someone who has a family.School dropout Ramang only the People, without a diploma, all so difficult.
In 1987, one of the greatest legends of this football Indonesia mengehembuskan last breath at his home which is very simple. He inhabits the little house with the son, daughter and grandson, all numbered 19 people.

Statue simple Ramang
Now, sadly enough, the name seemed to have forgotten Ramang. Drowning under names such as Kurniawan Dwi Yulianto, the Milky Way, Bambang Pamungkas, and Irfan Bachdim. The only reminder of the people of its existence is just a simple statue at the north gate field Karebosi, Makassar.
Let us return recalled their existence has ever raised the name of Indonesia in the eyes of the world in an era, though only through football.

0 comments:

Posting Komentar

Copyright © INFORMATION FOR YOU - Blogger Theme by BloggerThemes & newwpthemes - Sponsored by Internet Entrepreneur